nukotamojokerto.or.id

Merawat Tradisi, Membangun Masa Depan

Ngaji Syuriyah

Shalat

(Disarikan dari Ngaji Bareng Syuriyah kitab Nihayatuz Zain yg ke-9 yg dilaksanakan oleh PCNU Kota Mojokerto)

Mudah, tapi tak Semua Bisa

Sesuai hakikatnya, shalat menurut istilah syara’ adalah bacaan-bacaan (umumnya bacaan sunnah juga dibaca) dan gerakan-gerakan (meskipun gerakan hati seperti niat) yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengab salam yang dilakukan dengan tata cara tertentu. Seperti yang diketahui, rukun qouli (rukun ucapan) dalam shalat hanya ada empat, yakni membaca takbiratul ihram, membaca Surah Al-Fatihah, membaca tahiyyat akhir, dan salam. Rukun qouli wajib dibaca dan dilafadzkan dengan minimal bisa didengar oleh diri sendiri. Bila rukun qouli hanya dibaca dalam hati, maka shalatnya tidak sah. Syekh Nawawi al-Bantani menyebutkan bahwa shalat banyak diwarnai dengan bacaan-bacaan sebab umumnya bacaan-bacaan sunnah selain rukun qouli juga dibaca dalam shalat.

Sedikitnya bacaan wajib dalam shalat ini adalah kemudahan dari Alloh yang seharusnya menarik minat umat Islam untuk melaksanakan shalat lima waktu. Hasil riset Indonesia Muslim Report pada tahun 2019 menyatakan bahwa muslim yang melaksanakan shalat lima waktu hanya 38,9%, yang artinya hanya 4 orang dari 10 yang melaksanakan shalat lima waktu. Riset ini diperparah dengan survei di salah satu sekolah di Kota Mojokerto. Di sebuah kelas di sekolah favorit tersebut, yang melaksanakan shalat lima waktu hanya satu atau dua siswa. Berdasarkan realita ini, pesan melaksanakan shalat sudah seharusnya menjadi pesan yg wajib digaungkan seperti lagu Indonesia Raya yg wajib dinyanyikan dalam acara-acara formal.

Jenis-Jenis Shalat

Shalat ada 4 jenis, yaitu; 1) shalat fardlu ain sebab diwajibkan syara’, 2) shalat fardlu ain sebab nadzar, 3) shalat fardlu kifayah, dan 4) shalat sunnah.

Shalat Fardlu

Shalat fardlu ain sebab syara’ ada lima waktu dalam sehari semalam; Shalat Dhuhur, Shalat Ashar, Shalat Maghrib, Shalat Isya’, dan Shalat Subuh. Syekh Nawawi menghitung Shalat Dhuhur sebagai shalat yang pertama berdasarkan QS Al-Isra 78, “Aqimis shalaata li dluukis syamsi ilaa ghasaqil lail..”. Adapun QS Hud 114 mengurutkan Shalat Subuh terlebih dahulu,”Aqimis shalaata thorofayin nahaari wa zulafam minal laiil..”. Urutan QS Hud 114 ini yg digunakan jumhur ulama yg menafsiri bahwa shalat wustho (shalat yg di tengah² yg paling berat godaannya) adalah Shalat Ashar.

Wajibnya shalat lima waktu ini termasuk perkara-perkara yang pasti diketahui (ma’luum minad diin bid dhorurah). Tidak ada alasan tidak mengerti. Non muslim saja hampir pasti tahu bahwa shalat lima waktu hukumnya wajib. Oleh karena itu, ada rincian bagi orang yg tidak melaksanakan shalat lima waktu. Orang yg meninggalkan shalat karena malas dihukumi orang yg berdosa. Orang yg meninggalkan shalat karena menentang atau menganggap shalat tidak wajib dilakukan, ia dihukumi kafir.

Shalat lima waktu ini diwajibkan pada malam Isra’ Mi’raj. Ditelurusi lebih jauh, shalat lima waktu ini sudah pernah disyari’atkan pada para nabi terdahulu. Shalat Subuh diwajibkan atas Nabiyyullah Adam ‘alaihis salam. Shalat Dhuhur diwajibkan atas Nabiyyullah Ibrahim ‘alaihis salam. Shalat Ashar diwajibkan atas Nabiyyulah Sulaiman ‘alaihis salam. Shalat Maghrib diwajibkan atas Nabiyyullah Isa ‘alaihis salam dengan rincian 2 rakaat untuk dirinya dan 1 rakaat untuk ibunya. Shalat Isya dikhususkan untuk umat Nabiyyullah Muhammad shallallhu ‘alaihi wa sallama.

Menurut sumber yang lain dikatakan bahwa Shalat Dhuhur diwajibkan atas Nabiyyullah Dawud ‘alaihis salam, Shalat Maghrib diwajibkan atas Nabiyyullah Ya’qub ‘alaihis salam, Shalat Isya’ diwajibkan atas Nabiyyullah Ibrahim ‘alaihis salam. Sumber yang lain mengatakan bahwa Shalat Isya atas Nabiyyullah Musa ‘alaihis salam. Dan menurut pendapat yang paling shahih, Shalat Isya’ khusus untuk umat ini sebagaimana dinukil oleh Imam Asy-Syibramalisy rahimahulla dari Imam Ibnu Qasim rahimahullah.

Penjelasan shalat umat terdahulu ini bersumber dari riwayat isroiliyyat, riwayat orang² Yahudi dan Nasrani, yg tidak wajib diimani, hanya cukup dijadikan referensi tambahan selama tidak bertentangan dengan syariat yg dibawa oleh Rasulhllah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallama.

Shalat Nadzar

Shalat Nadzar adalah shalat sunnah yang diwajibkan oleh seorang mukallaf atas dirinya sendiri. Kedudukan shalat nadzar sama seperti kedudukan shalat fardlu yang sejak awal sudah diwajibkan oleh syari’at (azimah), seperti mengerjakan Shalat Dhuhur 4 rakaat bukan 2 rakaat dengan mode qashar (rukhsah), dan mengerjakan Shalat Dhuhur dan Shalat Ashar pada masing-masing waktunya bukan menggabungnya di salah satu waktu dengan mode jamak (rukhsah).

Nadzar dijanjikan oleh seseorang sebagai penguat doa agar hajatnya dikabulkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Seseorang yang yang bernadzar akan shalat berjamaah 40 hari setelah hajatnya terkabul misalnya, maka shalat berjamaah selama 40 hari menjadi wajib baginya. Seseorang yang yang bernadzar akan shalat berjamaah 40 hari secara berturut-turut, maka shalat berjamaah selama 40 hari secara berturut-turut menjadi wajib baginya. Ucapan atau redaksi nadzar sangat berpengaruh pada hukum shalat yang wajib dilakukan.

Shalat Fardlu Kifayah

Shalat fardlu kifayah yang disepakati oleh semua madzhab adalah shalat jenazah. Adapun shalat hari raya, shalat gerhana, dan shalat fardlu secara berjamaah, ulama berbeda pendapat mengenai hukumnya. Kiranya, inilah sebab Syekh Nawawi hanya menyebutkan satu shalat untuk shalat fardlu kifayah sebab hanya shalat tersebut yang disepakati ke-fardlukifayah-annya.

Fakta yang agak memalukan adalah banyak umat Islam yang melayat jenazah namun tidak ikut menshalati jenazah padahal hukum dan pahala Shalat Jenazah yang dihukumi fardlu kifayah melebihi hukum dan pahala shalat yang “hanya” dihukumi sunnah, seperti Shalat Tahajjud, Shalat Witir, Shalat Rawatib, dan shalat-shalat sunnah lainnya. Yang lebih miris lagi, banyak yang sibuk mencari sumbangan di jalan raya yang hasilnya dinikmati sendiri dan tidak disalurkan kepada keluarga duka. MUI di berbagai daerah, seperti MUI Sulawesi Selatan, MUI Sumenep, MUI Sampang, MUI Pamekasan, MUI Bangkalan, dan MUI Pasuruan, sudah memfatwakan keharamannya.

Warga Nahdliyyin pantasnya melayat dengan ikut menshalati mayyit daripada hanya jagongan apalagi meminta sumbangan di jalan.

(Shalat Sunnah dijelaskan belakangan sesuai pembahasan kitab matan)

Wujub Muthalabah & Wajib Mu’aqabah

Shalat Fardlu yang dibahas sebelumnya hanya wajib atas muslim, walaupun untuk shalat yang telah ditinggal (wajib mengqadla), baik atas laki-laki maupun perempuan. Wajibnya shalat fardlu atas muslim disebut wajib muthalabah (wajib yang dituntut untuk dilaksanakan).

Shalat Fardlu tidak wajib dilaksanakan oleh kafir asli (kafir sejak lahir, bukan kafir murtad) karena kafir asli tidak sah melaksanakan shalat. Hanya saja, orang kafir mendapatkan siksa di akhirat karena sejatinya ia bisa melaksanakan shalat fardlu dengan masuk Islam terlebih dahulu. Kewajiban yang menyertakan tanggung jawab di akhirat ini disebut dengan wajib mu’aqobah (wajib yang mempunyai konsekuensi hukuman bila ditinggalkan).

Orang kafir asli tidak wajib mengqadla shalat yang ia tinggalkan selama ia kafir, apabila ia masuk Islam. Dengan masuk Islam, ia justru mendapatkan pahala atas amal-amal baik yang tidak membutuhkan niat tertentu, seperti sedekah, silaturrahim dan memerdekakan budak. Ia tidak hanya mendapatkan pemutihan, tapi ia juga mendapatkan surplus pahala dari kebaikan sosial yang telah ia lakukan.

Islam adalah nikmat yang besar. Orang yang murtad meninggalkan agama Islam wajib mengqadla semua ibadah yang ia tinggalkan selama ia murtad, apabila ia memutuskan kembali masuk Islam. Itu adalah bentuk pertanggungjawaban karena ia telah menjual keimanannya. Bahkan andai ia gila saat murtad, ia wajib mengqadla semua ibadahnya. Hal ini dikarenakan ia sudah dianggap membangkang sejak ia memutuskan murtad. Hutang ibadahnya tidak gugur sebagaimana hutangnya pada manusia tidak bisa gugur kecuali dengan ditunaikan. Hanya periode haid dan nifas yang bisa mengurangi jumlah ibadah yang harus diqadla. Lelaki murtad 30 hari, maka ia wajib mengqadla shalat 30 hari. Perempuan murtad 30 hari, maka ia ia hanya wajib mengqadla shalat 23 hari.

Kantor PCNU Kota Mojokerto
Mojokerto, 15 Maret 2025

Qari’: Gus Wajih Kifa’i, Lc.
Notulis: Taufik Taufani